Kamis, 16 Maret 2017

PRAKTIK SHOLAT

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Fiqih Ibadah
Dosen Pengampu : Istania Widayanti
Disusun Oleh :
Zumrotus Sholichah              (16.0401.0040)
Ifti Karomatul                       (16.0401.0000)
Hamam Fuadi                        (16.0401.0000)








Program Study Pendidikan Agama Islam
Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Magelang
2016

KATA PENGANTAR


Bismillahi alhamdulillah, kami ucapken puji syukur kehadirat Allah SWT yan mana telah memberikan rahmat, taufiq, hidayah serta inayah-Nya, sehingga kami dapat menyusun pembahasan dalam makalah ini dengan tepat waktu.
Sholawat serta salam selalu kita sanjungkan kepada nabi besar muhamad SAW yang menjadi tauldan ummat islam di seluruh dunia, dan telah membawa kita dari bahtera yang gelap sampai bahtera yang terang benderang seperti pada zaman sekarang ini.
Tak lupa pula kami ucapkan terima kasih banyak kepada dosen pengampu mata kuliah Fiqih Ibadah yang telah memberi kasempatan pada kami untuk menyusun makalah ini dengan judul “PRAKTIK SHOLAT”, dan juga teman-teman seperjuangan atas dukungan motivasi dan dorongannya.
Walupun masih jauh dari sempurna tetapi kami telah berusaha untuk mencapai hasil yang di inginkan, dan semoga pembahasan ini bermanfaat kepada pembacanya.


DAFTAR ISI



BAB 1 PENDAHULUAN


Sebagaimana telah disepakati oleh ulama, meskipun mereka berlainan madzhab, bahwa segala ucapan dan perbuatan yang timbul dari manusia, baik yang berupa ibadah, muamalah, pidana, perdata, atau berbagai macam perjanjian, atau pembelanjaan, maka semua itu mempunyai hukum dalam syari’at Islam. Hukum-hukum ini sebagian telah dijelaskan dengan nash(نَصٌّ) yang ada dalam Al-Qur’andan As-sunah, dan sebagian lagi belum dijelaskan dalam nashAl-Qur’an atau As-sunnah, akan tetapi syari’at telah menegakan dalil dan mendirikan tanda-tanda bagi hukum itu, dimana dengan perantaraan dalil dan tanda itu seorang mujtahid mampu mencapai hukum dan menjelaskannya.
Jadi ilmu fiqih dalam bahasa berarti faham dalam bahasa arab disebut فقه : فهم, dalam istilah ilmu fiqih adalah :pengetahuan tentang hukum-hukum syara’ yang praktis, yang diambil secara dalil-dalil yang terinci, atau dengan kata lain, ilmu fiqih adalah : kompilasi hikum-hukum syara’ yang bersifat praktis yang diambil dari dalil-dalil secara terperinci. (Prof. Abdul wahhab khallaf, 1994:1)

1.      Bagaimana tata cara salat menurur Nabi SAW
2.      Apakah niat harus dilafadzkan?
3.      Bagaimana cara berdiri pada shalat?
4.      Bagaimana bacaan takbir?
5.      Bagaimana bunyi bacaan takbiratul ihram?
6.      Bagaimana bunyi bacaan surat Al-Fatihah
7.      Membaca Basmallah apakah lirih ataukah keras?
8.      Bagaimana cara ruku’ dan bacaannya
9.      Cara i’tidal dan bacaannya
10.  Cara sujud dan bacaannya
11.  Cara duduk diantara dua sujud dan caranya
12.  Cara duduk tawaru’ dan bacaannya
13.  Cara salam dan bacaannya
1.      Apa yang membedakan bacaan ftitah yang satu dengan yang dua?
2.      Bagaimana cara menggaruk kaki yang gatal pada saat shalat?
3.      Adakah perbedaan gerakan sholat antara perempuan dan laki-laki?
4.      Apakah diwajibkan untuk membaca Al-fatokha makmum masbuk?
5.      Bagaimana jika imam salah dalam membaca ‘itidal yang dibaca Allahu Akbar bukan sami’allahu liman hamidah?
6.      Jika ma’mum membaca Al-fatikha makmum hanya mendengar ato ikut membacanya?
7.      Lebih baik mana sholat jama’ah tidak tepat waktu dan sholat sendii tepat waktu?
8.      Bagaimana hukum sholat duduk dalam kendaraan?
9.      Kapan kita dapat melakukan sujud syahwi?
10.  Bagaimana cara makmum masbuk mengulangi rakaat yangbtertinggal pada sholat 4 raka’at jika tertinggal 3 raka’at?

Dari rumusan masalah diatas dapat kita ketahui bahwa tujuan pembuatan pembahasan ini ada dua yaitu :
1.      Tujuan Umum.
Memberi tambahan wawasan unutk pembaca mengenai shalat yang benar, atas dasar hadits : صَلُّ كَمَا رَأَيْتُمُنِي أُصَلِّى
2.      Tujuan Khusus.
-          Mengetahui cara shalat berdasarkan hadits yang sah
-          Agar membantu kita untuk lebih mudah mengerjakan shalat
-          Agar dapat mengetahui hukum-hukum gerakan shalat

















BAB 2 PEMBAHASAN

1.      Arti dan kedudukan dholat
Menurut bahasa Shalat berarti do’a (  ) atau rahmat. Sholat dalam arti doa bisa ditemukan dalam QS. Al-Taubah/9: 103
اِنَّ صَلاَتَكَ سَكَنَّ لَهُمْ وَاللهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
“Sesungguhnya do’amu itu (menjadikan) tentram jiwa mereka, dan Allah maha mendengar dan maha mengetahui”.
      Sdangkan sholat dalam arti rahmat terdapat pada QS. Al-Ahzab/33:43
هُوَالَّذِيْ يُصَلِّى عَلَيْكُمْ
“Dialah yang memberi rahmat pada kalian”.
      Adpaun pengertian sholat menurut istilah adalah:
عبادة تتضمن أقوالا وأفعالا محصوصة, مفتتحة بالتكبير و مختومة بالصلام.
“Suatu ibadah yang terdiri dari ucapan dan perbuatan tertentu yan diawali dengan takbir dan diakhiri dengan sholat” (Al-Sayyid sabiq, fiqh al-sunnah I, bayrut: Dar al-fikr, hlm 78)

didalam hati secara ikhlas karena Allah semata (QS. Al-Baqarah/98:5).niat adalah perbuatan hati bukan perbuatan lisan sehingga tidak perlu diucapkan.
Halini dikarenakan belum ada hadist yang menerangkan entah itu hadits dlo’if ataupun shohih yang menerangkan untuk menghafal niat dalam sholat.
Niat dalam bahasa berarti “menyengaja” (al-qasdu:maksud) sehingga barang siapa yang menjaga segala perbuatanya maka dia telah mempunyai maksud dalam dirinya.Sabda Rasulullah Saw:
اِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ.
 “Sesungguhnya segala amal itu hendaknya dengan niat”(Riwayat Bukhari-Muslim)
Dalam sholat pertama kali hal yang lumrah atua lazim dilakukan adlah berdiri tegak, terkecuali untuk orang yang menderita penyakit atau tidak mampu berdiri tegak bisa dilakukan dengan cara berbaring, duduk, dan sebagainya semampu orang tersebut.Sabda Rasulullah Saw :
قَالَ عَمْرَانْ بْنُ حسبن كانت بي بواسير فسألت النبي صلى الله عليه وسلم عن الصلاة, فقال صلّ قائما فان لم تستطيع صَلُوْ قَائِماً فَاِنْ لَمْ تَسْتَطِع فَقَائِدّا فَاِنْ لَمْ تَسْتَطِع فَعَلَى جَنِبْ


Amran bin Husain berkata,’saya berpenyakit bawasir, makasaya bertanya kapada Nabi Saw.   Tentang salat. Beliau berkata, ‘salatlah sambil berdiri ; kalau tidak kuasa, salatlah sambil duduk; kalau toidak kuasa duduk, salat sambil berbaring”(Riwayat Bukhari, dan Nasai menambahkan,:kalau tidak kuasa, salatlah sambil melentang. Allah tidak memberati selain kekuasaanya)
Seprti sabda Nabi :“barang siapa ashalat sambil berdiri, mendapat ganjaran yang sempurna, barang siapa shalat sambil duduk, mendapat seperdua ganjaran orang yang salat sambil berdiri,barang siapa salat sambil berbaring, mendapat ganjaran seperduadari orang yang salat sambil dududk.”(Riwayat Bukhari)
Ganjaran duduk dan berbaring itu kurang dari ganjara berdiri , apabila dilakukan ketika mamapu. Tetapi ketika dilakukan ketiak berhalangan, ganjaranya tetap sempurna seperti salat berdiri.
 Yang dilakukan ketika berdiri tegak adalah :
·         Menghadapkan seluruh badan dan muka/wajah ke arah kibat.
·         Kedua belah kaki direnggangkan dengan jarak kira-kira satu
jengkal [HR. Bukhari-Muslim ]

Berdiri kearah kiblat bagi yang mampu berdiri, hal ini dipahami dalam firman Allah SWT:
حَفِظُوْا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّملاَةِ الوُسْطَى وَقُوْمُوْا للّه قَا نِتِيِنَ (البقرة: 238)
“peliharalah segala sholat(mu), dan (periharalah) shalat wustho (ya’ni sholay ashr) berdirilah karena Allah (dalam sholatmu) secara khusu’.
Demikian pula sabda nabi :
صَلُوْ قَائِماً فَاِنْ لَمْ تَسْتَطِع فَقَائِدّا فَاِنْ لَمْ تَسْتَطِع فَعَلَى جَنِبْ
“shaltlah denan berdiri jika engkau tidak mampu maka (shalat) dengan duduk, dan jika tidak mampu maka dengan bebaring”(HR. Al-Bukhori dari imran bin Hasyim)
Dari hadits diatas dapat dipahami bahwa paa dasarnya shalat itu diperintahkan engan berdiri, namun jika dalam keadaan darurat dengan duduku, namun apabila tetap tidak mampu maka dibolehkan dengan berbaring pada saat tidak memungkinkan atau pada saat sakit, situasi perang, musafir diatas kendaraan, dan semacamnya, maka dibolehkan duduk, dan tidak diperbolehkan berbaring bila masih mampu duduk.
اِذَا مَرَضَ العَبْدُ أَوْ سَافَرَ كُتِبَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلُ مَاكَانَ يَعْمَلُ مُقِيْمًا صَحِيْحًا.
“ apabila seorang hamba sakit atau dalam perjalanan, maka dicatat untuknya pahala sperti yang dilakukan orang yang berdiri lagi sehat”(HR. Al-Bukhori, Ahmad, Dawud, dari Abu Musa)
Dan unutk sholat sunnah walaupun tidak sakit boleh dilakukan secara duduk, hal ini dijelaskan dalam hadits: bahwa Nabi Muhammad Saw, pernah sholat diakhir malamnya dengan duduk, akan tetapi hal ini dilakukan saat beliau sudah memasuki umur tua atau akhir-akhir menjelang akhir hayatnya. (HR. Muslim, dan Dawud)
Takbir pertama dalam sholat disebut takbiratul ihrom, disebut demikian karena setelah itu tidak boleh melakukan gerakan diluar gerakan yang diharuskan dalam rukun sholat atau gerakan yang sudah ditunutunkan dalam sholat.
Takbiratul ihrom adalah takbir, bacaan takbir adalah الله أَكْبَرْAllahu akbar yang artinya“Allah maha besar”, seraya berniat dalam hati dengan ikhlas karena Allah semata, tanpa dinyatakan dengan lisan ataupun diucapkan. Tapi tidak disyaratkan harus meninggikan suara ketika takbir.
 Sabda Nabi Saw:
اِذَأ كُنْتُمْ اِلَى الصَّلاَةِ فَأَسْبِغُ الوُضُوْءَ ثُمَّ اسْتَقْبِلِ القِبْلَةَ فَكَبِّرْ


“apabila engkau hendak mengerjakan shalat, maka sempurnakaanlah wuduhmu terlebih dahulu kemudian menghadaplah ke arah kiblat, lalu ucapkan takbirotul ihrom.”(muttafakun’alaih).

Caranya dengan menganggkat kedua tangganya setentang bahu ketika bertakbir dengan merapatkan jari-jrmari tanganya. Berdasarakan hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar r.a ia berkata:

أَنَّ النَبِيَّ صلى الله عليه وسلم, كَانَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ حَذْوَ مَنْكِبِيْهِ اِذَا افْتَتَحَ الصَّلاَةَ وَاِذَا كَبَّرِ للرُّكُوْعِ وَاذضَ رَفَعَ رأْسَهُ مِنَ الرُّكُوْعِ

“Rasulullah Saw biasa mengankat kedua tangannya setentang bahu jika hendak memulai shalat, setiap kali bertakbir untuk ruku; dan setiap kali bangkit dari ruku’nya.”(Muttafakun’allahi)
Atau menganggakat kedua tanganya setentang telinga. Berdasarkan hadits Malik bin al-Huwarits r.a bahwa ia berkata:

“Rasulullah Saw biasa mengangkat kedua tanganya setentang telinga setiapkali bertakbir (di dalam shalat).’(HR. Muslim).                                                                                       
Diteruskan dengan meletakan telapak tangan kanan diatas punggung telapak tangan kiri, dan keduanya tepat diatas dada. Berdasarkan haduts waa;il yang berbunyi:                                                                                                                                                                                                                                        “Beliau melatakakan kedua tanganya diatas dadanya.”[HR. Abu Huzaimah]Kemudian membaca doa iftitah atau doa pembukaan:
الَّلهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِى وَبَيْنَ خَطَاياَ كَمَا بَيْنَ النَشْرِقِ وّالمَغْرِبْ, الَّلهمَّ نَقَّنِى مِنَ الخَطَايا كَمَا يُنَقَّ الثَّوْبُ الأَبْيَضُ مِنَ الَّنَسْ. الَّلهُمَّ اغْسِلْ خَطَاياَيَ بِالمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالبَرْدِ.
“Ya Allah jauhkan aku dan kesalhan ku sebagaimana kau jauhkan timur dan barat. Ya Allah, bersihkannya pakaian putih dari kotoran. Ya Allah, basuhlah segala kesalahanku senan air, salju, dan embun.[HR. Bukhori-Muslim]
Atau :
الله أَكْبَرْ كَبِراوَالحَمْدُ لله كَثِيْراً وَالحَمْدُ لله كَثِيْرَ وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَأَصِيْلاً, اِنِّى وَجَّهْتُ وَجْهِيَ للذِّيْ فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ, حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا أَناَ مِنَ المُشْرِكِيْنَ, اِنَّ صَلاَتِى  وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ العَلَمِيْنَ, لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَالِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ المُسْلِميْنَ.
“Allah Maha Besar, dengan kemahabesaran sesungguhnya, segala puji bagi Allah dengan pujianyang banyak, maha suci Allah, kuhadapkan wajahku kepada zat yang menciptakan langit dan bumi dengan tunduk dan berserah diri, dan tidaklah aku termasuk orang-orang musyrik. Sunnguh sholatku, pengabdianku, hidup dan matiku hanyalah unutk tuhan sekalian alam, tidak ada sektu bagi-Nya dan untuk itulah aku diperintahkan, dan saya termasuk orang-orang yang berserahdiriMembaca Al-fatikha dan Surat”

Secara tartil (jelas dan perlahan) dengan sebelumnya memohon perlindungan dengan membaca doa isti’adzah ta’wud, yaitu
“Aku berlindung kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.”                         Atau mengucapkan :
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم
“Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Melindungi lagi Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk.”                                                                  
Membaca Al-Fatihah dalam shoalt adalah wajib, hukum wajib membaca Al-Fatihah didasari dengan hadits:
لاَصَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الكِتَابِ
“tidak sah shalat orang yang tidak membaca fatihatul kitab”(HSR. Al-jama’ah kecuali Imam Malik, dari ubadah bin al-shamit. Dalam HSR. Al-Jma’ah selain Al-Bukhari, dari Abu Hurayrah ra disebutkan bahwa: “siapa yang shalat tanpa ummul-qur’an, فَهِيَ خِدَاجٌ: maka shalatnya kurang atau buntung (diulang hinga 3×), tak sempurna.”)
            Penekanan hadits diatas adalah mengenai ketidaksaphan shalat jika tidak membaca surah Ummul-Qur’an, atau ketidak sempurnaan shalat tersebut apa bila tidak membacanya padahal ia mampu(bagi yang belu hafal Al-Fatihah karena baru masuk islam (mu’alaf), maa sambil bersaha maksimal, sementara boleh membaca سُبءحَانَ الله وَالحَمْدُلله وَلاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهَ أَكْبَرْ وَلاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ اِلاَّ بِاللهِ: (HRS. Abu Dawud) dan mempunyai kesempatan untuk membacanya, seperti dalam kasus sholat sendiri atau munfarid.                                                                                         Hukum membaca Al-Fatihah bagi makmum yang mendengar bacaanya imamnya , boleh tidak membacanya berdasarkan Firman AllahSwt :

“Dan apabila dibacakan Al-Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.”(Al-A”raf:204). Dan boleh juga membacanya berdasarkan sabda Rasulullah Saw.


‘Janganlahseseorang diantara kamu membaca sesuatupun dari Al-Quran apabila aku keraskan bacaanku, kecuali Ummul Quran(Al-Fatihah).”9Riwayat Daruqutni).  Akan tetapi untuk shalat berjama’ah dimana ma’mum masbuq tidak sempat mendapatkan bacaan Al-Fatihah imam akan tetapi masih mendapatkan ruku’ bersama imam maka sudah dihitung mendapat satu raka’at. Ha ini diperkuat dengan hadits yang berbunyi:
مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلَاةَ
“barang siapa yang masih mendapatkan ruku’ , maka sungguh dia telah mendapatkan (raka’at) shalat”(HR. Al-jamaah dari Abu Hurayrah ra)
Membacabasmalah ataukah lirih atau keras?
            Para ulama berbeda pendapat masalah membaca basmalah saat membaca surah al-fatihah dengan suara agak keras, ada yang membacanya dengan keras (jahr), adapua yang membacanya dengan suara lirih (sirr), bahkan ada yang sama sekali tidak membacanya.
            Meskipun basmalah tidak turun bersam surat Al-fatihah sehingga para ulama tidak membacanya akan tetapi pda turunnya kedua basmalah merupakan bagian dari surat Al-fatihah, sehingga wajib dibaca dalam shalat.
            Mayoritas ulama tetap mmbaca basmalah akan tetapi berbeda dalam hal volume :
·         Menurut Nu’aim Al-Mujmir ra: “Aku pernah shalat dibelakang Abu Hurayrah yang membaca basmalah kemudian membaca ummul-Qur’an ..., ia berkata: Demi zat yang diriku ada dalam genggaman-Nya, sungguh aku menyerupakan pada kaian shalat yang dilakukan rasulullah saw.”
·         Menurut riwayat Anas Bin Malik dan Abdullah Bin Mughaffal bin al-Muzani ra. Bahwa: “Aku pernah shalat bersama rasulullah saw, Abu bakar, Ummar, Utaman, dan ada satupun dari mereka yang membaca bismillahirrohma-nirrahiim” (HR. Muslim dan Nasa’i, Ahmad)
Setelah kita cermati bahwa hadits yang menjelaskan tentang melirihkan bacaan basmalah lebih kuat atau shahih dari ada yang membacanya secara jahr atau jelas. Akan tetapi Ibn al-qoyim mencoba meneliti kedua riwayat hadits tersebut bahwa keduanya pernah dilakukan Rasulullah saw, hanya saja beliau banyak melirihkan bacaan basmalah, dari pada mengeraskan nya.
                        Jawaban amin ma’mum
Dalam sebuah hadits menerangkan bahwa: Apabila imam membaca amin maka baca pulalah amin. Sesungguhny abarng siapa yang pengaminanya sesuai dengan pengaminan malaikat, maka pasti diampuni dosanya yang terdahulu”(Mutafaq alayh)
                        Membaca surah Al-Qur’an
selanjutnya membaca surah pendek atau rangkaian ayat yang mudah dengan tanpa mengeraskan basmalah(HR. Muslim dan Ahmad)
“bahwasanya Nabi saw membaca pada dua raka’at pertama shalat dzuhur dan ‘ashar al-fatihah dan satu surah, dan terkadang kami mendengar ayat (yang dibacanya), pada dua raka’at yang lain beliau hanya membaca al-fatihah saja’(HSR. Bukhari, Muslim,dll)

5.      Ruku’ serta tuma’ninah (diam sebentar)
Dengan membaca takbir iniqal(Alla-hu  akbar), yaitu takbur dengan syarat perpindahan dari rukun ke rukun salat lainya, sesuai dengan hadits yang telah di sebutkan diatas. Kemudian membungkukkan separoh badan kemuka dengan pinggung dan badan membentuk garis lurus (90 derajat) serta kedua talapaktangan memegang kedua lutut. Lalu membaca doa ruku

“Mahasuci Rabbku Yang Mahaagung.”                                                          
Wajib bagiya membaca doa tersebut minimak sekali, lebih dari itu adalah sunah. Atau membaca doa:
سُبْحَانَ رَبِّيَ العَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ
“Nahasucu Engkau Yaa Allah, Raab kam, dan Engkaun nMaha Terpuji, Yaa Allah ampunilah daku.”(Muttafaqun’alaihi)
Atau membaca:
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْلِى
“Mahasuci Engkau dan Mahaluhur(dari segala kekurangan danhal yang tidak layak bagi kebasarran-Mu) Rabb para Malaikat dan Ruh.”(HR. Muslim)

Berdiri tegak kembali  dengan disunatkan mengangkat kedua tangan, seperti dalam hadits yang telah disebutkan diatas.
Sabda Rasulullah Saw:
ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلُوْا قَائِمًا (رواه : بخارى و مسلم )
“Kemudian bangkitlah engkau sehingga berdiri tegak untuk I;tidal.”9HR. Bukhari-Muslim)
          Sambil menggucapkan
سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَه

“Allah Maha Mendengar terhadap hamba yang memujinya”
Atau membaca:
رَبَّنَا وَلَكَ الحَمْدُ مِلْؤُ السَّمَاوَاتِ وَمِلْؤُ الأَرْضِ وَمِلْؤُ مَاشِئْتَ مِنْ شَيْئٍ بَعْد
“Ya Allah Yaa Rabb kami, segal puji bagi-Mu.”

      Menurut Syaikh al-Albani saat I’tidal tidak disyariatka bersedekap namun cukup dengan meluruskan tanganya saja.

Melatakan kedua lutut dan jari-jari kaki yang di lipatkan keluar diatas lantai dan dihadapkan ke Kiblat,meletakan kedua telapak tangan ke tempat sujud yang disussul oleh dahi dan hidung yang diletakan ke tempat bersujud. . Berdasarkan sabda Rasulullah Saw:

أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ الجَبْهَةِ وَ اليَدَيْنِ وَالرُّكْبَتَيْنِ وَ اَطْرَافِ القَدَمَيْنِ (بخارى و مسلم)

“Saya disuruh supay asujud dengan tujuh tulang, yaitu, dahi, dua telapak tangan, dua lutut, dan ujung kedua kakai.”(HR. Bukhari-Muslim)

 Tidak diperbolehkan nenganggakat salah satu dari anggota sujud itu dari tempat sujudnya. Disunahkan merenganggkan jarak antar lengan atas dan rusuknya , karena putih ketiak Rasulullah Saw kelihatan ketika beliau sujud(Muttafakul’alaihi). Diaunahkan pula merenggangkan jarak antara perit dan pahanya , anatara kedua lututnya. Berbeda dengan tumit yang di rapatkan (HR. Ibnu Khuzaimah). Tidak dibenarkan merebahkan kedua lengan tanganya di lantai ketika sujud. Berdasarkan sabda Rasulullah Saw:

“Janganlah kamu merebahkan lengan tangan di lantai seperti anjing ketika sujud.”(Muttafakun ‘alahai).
        Namun dibolehkan menyandarkan lenganya ke paha bila kelelehan karena sujud yang terlalu lama
        Kemudian hendaklah tuma’ninah. Sabda Rasulullah:
ثمّ اسجد حتى تظمئن ساجدا ثم ارفع حتى تطهئن جالسا ثم اسجد حتى تطهئن ساحدا (بخارى و مسلم)

“Kemudian sujudlah engkau hingga diam sebentar untuk sujud, kemudian bangkitlah engkauhingga diam untuk duduk, kamudian sujudlah engkau hingga diam untuk sujud.” (Bukhari dan Muslim)
            Lalu membaca:
سُبْحَانَكَ رَبِّيَ الأَعْلَى وَبِحَمْدِهِ

“Mahasuci Engkau wahai Rabbku lagiMahaluhur.”

8.      Duduk diantara dua sujud                                                                                       duduk dengan berlentangkan di atas telapak kaki kiri dan menegakan telapak kaki kanan. Sambil membaca:
اللهمّ اغفرلى
“Yaa Allah, ampunilah aku.”
Lebih dari satu membacanya sunat. Atau membaca
رَبِّاغْفِرْلِى وَارْحَمْنِيْ وَاهْدِنِى وَعَافِنِى وَارْزُقْنِى.

“Yaa Alllah, aku memeohon kepada-Mu ampuna, rahmat, etunjuk, dan berilah aku kesehatan dan rezeki.”(HR. Adu Daud dan diriwayatkan shshih olrh Syaikh al-Albani).
            Hendaknya ia meletsakan tanganya di atas pah adengan ujung-ujung jari pada lututntya, atau mletekan tangan kanan di atas lutut kanannya, serta tangan kirinya di atas lutut kiriny, seolah-olah menggenggamnya.
Sebagaiman sujud yang prtama.

Menanggkat kepala seraya bertakbir intiqal, untuk berdiri ke rakaaat kedua. Dari sujud harus duduk iftirasy barang sebentar, dan ketika akan berdiri hendaknya menekankan kedua telapak tangan pada lantai untuk bertumpu. Dan untuk rakaat berikutnya dilaksanakan sebagaimana mengerjakan rakaat yang pertama.rakaatkedua dan selanjutnya tidak diawali dengan do’a iftitah dan ta’awud,. Apabila mengerjsakan shalat fardhu yang lebih dari dua rakaaat  malapada rakaat yang ketigadan keempat sesudak Ai-Fatihah tidak perlu membaca ayatAl-Qut’an.

Duduk iftirasy, dengan posisi jari kanannya sebagai berikut: mengenggam jari kelingking dan jari manis dan memautkan jari tengah dengan jari telunjuk saat berdoa(yaitu setiap kali mengucapkan kalimat yang mengandung doa ketika bertasyahud). Atau menganggam seluruh jarukanannya serta mengisyyaratkan dengan jaritelunjuknya. Adapun tangan kirinya tetap diletakan di atas lutut kiri seolah menggenggamnya, atau boleh membentangkanya di ataa lutut kiri tanpa menggenggamnya. Kemudian membaca. :
التحيات المباركات الصلاة والطيبات لله  السلام عليك أيها اليبي ورحمة الله وبركاته والسلام
 علينا و على عباد الله الصالحين, أشهد أن لا اله الاّ الله و أشهد أن محمدا عبده و رسوله

“Segala pengagungan, kehormatan dan kebaikan adalah milik Allah semata, semoga keselamatan tercurah atasmu wahai Nabi, juga anugarah dan berkahnya. Semoga keselamatan juga tercurah atas kami dan atas segenap hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak di sembah kecuali Allah, dan aku bersaksi  bahwa Muhammad adalah hamba utausan-Nya.”
          Diteruskan dengan membacaa shalawat:
اللَّهُمَّ صَلِّى عَلَى مُحَمَّدْ وَ عَلَى اَلِ مُحَمَّدْ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى اِبْرَاهِيْمِ وَ عَلَى اَلِ اِبْرَاهِيْمِ وَ
 بَارَكْتَ عَلَى مُحَمَّدْ وَ عَلَى اَلِ مُحَمَّدْ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى اِبْرَاهِيْمِ وَ عَلَى اَلِ اِبْرَاهِيْمِ فِي العَلَمِيْنَ اِنَّكَ
حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

“Ya Allah karunikanlah shalawat kapada Muhammad, sebagaiman aengkau karuniakan shalawat kapada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Ya Allah berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau berkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesengguhnya Engkau adalah Maha terpuji lagi Maha Mulia.(HR, Imam Syafi’i)
 Dijelaskan dalam buku yang di tulis oleh Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al Jibrin bahwa dalam tasyahud awal tidak membaca shalawat dan do’a.
   Duduk tawarruq; yaitu dududk dengan memepersilangkan kaki kiri, di bawah kaki kanan , sedang kaki kanan bertumpu dengan ujung jari yang di lipat ke bawah (lantai). Mengacunngkan telunjuk jari tangan kanan sebagaimana waktu tasyahud awal. Membaca  shalawat seperti tasyahud awal , dan membaca do’a:
اللهم اني اعوذ بك من عذاب جهنم ومن عذاب القبر ومن فتنة المحيى والممات ومن شر فتنة المسيح الدجال.

Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari siksa jahanam dan dari siksa kibur, begitu juga dari fitnah hidup dan mati, serta dari jahatnya fitnah dajjal(pengembara yang dusta). (HR, Muslim)


         
13.   Membaca Salam
Salam adalah rukun sholat yang terahir cara melaksanakannya adalah menoleh kekanan dan kemudian seraya membaca assalamualaikum warohmatullahi wa barokatuh

Dalil yang menjelaskan tentang salam yaitu :
تحريمها التكبير و التحليلها التسليم (رواه : أبو دود و الترميذ)

كان النبي ص. م يسلم تسليمة في الوتر (رواه : ابن هبّا)
Semua rukun sholat haruskah dikerjakan dengan urut dan tidak diloncat-loncat apabila kita mendahulukan yang akhir dan mengakhirkan yang pertama maka shalat kita dikatan tidak sah.

Jawaban dari pertanyaan :

1.      Apa yang membedakan bacaan ftitah yang satu dengan yang dua?
Menurut hadits yang ada tidak ada yang membedakan antara bacaan keduanya karena Rasulullah saw pernah membaca keduanya dalam sholatnya
2.      Bagaimana cara menggaruk kaki yang gatal pada saat shalat?
Jika kita merasa gatal saat kita dalam kondisi sholat maka lebih baik untuk kita menhanya, akan tetapi jika tidak dapat tertahan, henak hanya menggaruk dengan jari saja tanpa menggerakan atau persendian tangan, karena jika gerakan lebih dari 3 kali maka dapat membatalkan sholat.

3.      Adakah perbedaan gerakan sholat antara perempuan dan laki-laki?
Sebenarnay sama gerakan sholat antara laki-laki dan perempuan akan tetapi ulama berbeda pendapat, ada membedakan di beberapa gerakan seperti sujud dan takbir.
Sujud:
Laki-laki, dengan mengangkat siku dan sampai terlihat ke samping kanan dan kirai
Perempuan, siku dimasukan dan disanggakan tepat di depan dada.
Takbir:
Laki-laki, tangan diangkat sampai ketek terbuka
Perempuan, tidak sampai ketek terbuka.
4.      Apakah diwajibkan untuk membaca Al-fatikha makmum masbuk?
Apabila seorang makmum masbuk dan tidak mendapatkan surat fatikha namun masih mendapatkan ruku’ dia tetap mendapatkan satu raka’at karena hadits mengatakan:

“barang siapa yang masih mendapatkan ruku’ , maka sungguh dia telah mendapatkan (raka’at) shalat”(HR. Al-jamaah dari Abu Hurayrah ra)

5.      Bagaimana jika imam salah dalam membaca ‘itidal yang dibaca Allahu Akbar bukan sami’allahu liman hamidah?
Apabila kesalahan imam diketahui oleh makmu maka wajib bagi makmum membenarkannya akan tetapi apabila makmum tidak menyadari maka tidak wajib, terutama salah dalam hal bacaan qur’an.

6.      Jika ma’mum membaca Al-fatikha makmum hanya mendengar ato ikut membacanya?
Beberapa ulama berbeda pendapat, ada yang berpendapat cukup mendengarkan saja karena d hadits yang berbunyi ‘barang siapa yang mendengar bacaan qur’an maka dngarkanlah”

7.      Lebih baik mana sholat jama’ah tidak tepat waktu dan sholat sendiri tepat waktu?
Lebih baik sholat jama’ah tepat waktu untuk laki-laki
Dan untuk perempuan lebih baik sholat sendiri tepat waktu




8.      Bagaimana hukum sholat duduk dalam kendaraan?
Ada yang berpendapat bahwa itu sholat ikhtiromu-l-wakti
Yang artinya harus diganti apabila sudah sampai ketempat tujuan, dan ada ula yang menyebutkan sholat biasa yang artinya tidak harus diganti di lain waktu.

9.      Kapan kita dapat melakukan sujud syahwi?
Sujud syahwi di lakukan pada shalat sesudah salam tetap apabila menginagtnya sebelum salam maka lakukan sebelum salam pada raka’at terakhir.

a.       Bagaimana cara makmum masbuk mengulangi rakaat yangbtertinggal pada sholat 4 raka’at jika tertinggal 3 raka’at?
Maka makmum harus duduk kemudian berdiri dan duduk untuk tahiyat terakhir.



















BAB 3 KESIMPULAN

Shalat merupaka ibadah yang wajib kita laksanakan dan tidak ada penawaran dalam melaksanakan shalat bahkan orang yang menderita sakitpun diwajibkan atasnya unutk bershalat.
Dari tuntunan shalat yang ada dalam pembahasan kami kami merujuknya pada hadits yang shahih, gerakan shalat yang berbeda beda itu semua berdasarkan hadits dan hendaklah kita memakai hadits yang kita anggap kuat atau shahih.

Alhamdulillah kita panjatkan puji syukur atas selesainya makalah pembahasan mengenai praktek sholat ini.
Tiada gading yang tak retak, dengan segalah rendah hati kami minta maaf apabila ada tulisan atau penulisan nama yang salah.
Semoga bermanfaat bagi pembaca.
























DAFTAR PUSTAKA

1.      Dr. Khalid Bin Ali Al-Musyaiqih, 2008. Buku Pintar Ibadah. Klaten: Wafa
2.      Drs. Agung Danarta, M.A.g, 2003. Cara Berwudlu menurut Rasulullah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah
3.      Syaikh Abdullah Bin Abdurrahman Al-Jabrin, 2006. Sifat-sifat sholat Nabi. Semanggi: Atibyan
4.      Muhammad Nasirudin Al-Albani, 2006. Shahih Sunan Tirmidzi. Jakarta: Pustaka Azam
5.      H. Sulaiman Rasyjid, 2016. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo
6.      Muhammad Jawad Mughniyah, 2003. Fiqih Lima Madzhab. Jakarta: Lantera
7.      Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, 2006. Fiqih Wanita. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
8.      Agus Miswanto dan drs. Nujahidun HN, M.Pd, 2015. Panduan Praktis Hidup islami. Magelang : P3SI




Tidak ada komentar:

Posting Komentar