PRAKTIK SHOLAT
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Fiqih Ibadah
Dosen Pengampu : Istania Widayanti
Disusun Oleh :
Zumrotus Sholichah (16.0401.0040)
Ifti Karomatul (16.0401.0000)
Hamam Fuadi (16.0401.0000)
Program Study Pendidikan Agama Islam
Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Magelang
2016
KATA PENGANTAR
Bismillahi alhamdulillah, kami ucapken puji
syukur kehadirat Allah SWT yan mana telah memberikan rahmat, taufiq, hidayah
serta inayah-Nya, sehingga kami dapat menyusun pembahasan dalam makalah ini
dengan tepat waktu.
Sholawat serta salam selalu kita sanjungkan
kepada nabi besar muhamad SAW yang menjadi tauldan ummat islam di seluruh
dunia, dan telah membawa kita dari bahtera yang gelap sampai bahtera yang
terang benderang seperti pada zaman sekarang ini.
Tak lupa pula kami ucapkan terima kasih banyak
kepada dosen pengampu mata kuliah Fiqih Ibadah yang telah memberi kasempatan
pada kami untuk menyusun makalah ini dengan judul “PRAKTIK SHOLAT”, dan juga
teman-teman seperjuangan atas dukungan motivasi dan dorongannya.
Walupun masih jauh dari sempurna tetapi kami
telah berusaha untuk mencapai hasil yang di inginkan, dan semoga pembahasan ini
bermanfaat kepada pembacanya.
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
Sebagaimana telah disepakati oleh ulama,
meskipun mereka berlainan madzhab, bahwa segala ucapan dan perbuatan yang
timbul dari manusia, baik yang berupa ibadah, muamalah, pidana, perdata, atau
berbagai macam perjanjian, atau pembelanjaan, maka semua itu mempunyai hukum
dalam syari’at Islam. Hukum-hukum ini sebagian telah dijelaskan dengan nash(نَصٌّ) yang ada dalam Al-Qur’andan As-sunah, dan
sebagian lagi belum dijelaskan dalam nashAl-Qur’an atau As-sunnah, akan tetapi
syari’at telah menegakan dalil dan mendirikan tanda-tanda bagi hukum itu,
dimana dengan perantaraan dalil dan tanda itu seorang mujtahid mampu mencapai
hukum dan menjelaskannya.
Jadi ilmu fiqih dalam bahasa berarti faham
dalam bahasa arab disebut فقه : فهم, dalam istilah ilmu fiqih adalah :pengetahuan
tentang hukum-hukum syara’ yang praktis, yang diambil secara dalil-dalil yang
terinci, atau dengan kata lain, ilmu fiqih adalah : kompilasi hikum-hukum
syara’ yang bersifat praktis yang diambil dari dalil-dalil secara terperinci. (Prof.
Abdul wahhab khallaf, 1994:1)
1. Bagaimana tata
cara salat menurur Nabi SAW
2. Apakah niat harus dilafadzkan?
3. Bagaimana cara berdiri pada shalat?
4. Bagaimana bacaan takbir?
5. Bagaimana bunyi bacaan takbiratul ihram?
6. Bagaimana bunyi bacaan surat Al-Fatihah
7. Membaca Basmallah apakah lirih ataukah keras?
8. Bagaimana cara ruku’ dan bacaannya
9. Cara i’tidal dan bacaannya
10. Cara sujud dan bacaannya
11. Cara duduk diantara dua sujud dan caranya
12. Cara duduk tawaru’ dan bacaannya
13. Cara salam dan bacaannya
1. Apa yang membedakan bacaan ftitah yang satu
dengan yang dua?
2. Bagaimana cara menggaruk kaki yang gatal pada
saat shalat?
3. Adakah perbedaan gerakan sholat antara
perempuan dan laki-laki?
4. Apakah diwajibkan untuk membaca Al-fatokha
makmum masbuk?
5. Bagaimana jika imam salah dalam membaca
‘itidal yang dibaca Allahu Akbar bukan sami’allahu liman hamidah?
6. Jika ma’mum membaca Al-fatikha makmum hanya
mendengar ato ikut membacanya?
7. Lebih baik mana sholat jama’ah tidak tepat
waktu dan sholat sendii tepat waktu?
8. Bagaimana hukum sholat duduk dalam kendaraan?
9. Kapan kita dapat melakukan sujud syahwi?
10. Bagaimana cara makmum masbuk mengulangi rakaat
yangbtertinggal pada sholat 4 raka’at jika tertinggal 3 raka’at?
Dari rumusan masalah diatas dapat kita ketahui
bahwa tujuan pembuatan pembahasan ini ada dua yaitu :
1. Tujuan Umum.
Memberi tambahan wawasan unutk pembaca
mengenai shalat yang benar, atas dasar hadits : صَلُّ
كَمَا رَأَيْتُمُنِي أُصَلِّى
2. Tujuan Khusus.
-
Mengetahui cara shalat berdasarkan hadits yang sah
-
Agar membantu kita untuk lebih mudah mengerjakan shalat
-
Agar dapat mengetahui hukum-hukum gerakan shalat
BAB 2 PEMBAHASAN
1. Arti dan kedudukan dholat
Menurut bahasa Shalat berarti do’a ( )
atau rahmat. Sholat dalam arti doa bisa ditemukan dalam QS. Al-Taubah/9: 103
اِنَّ صَلاَتَكَ سَكَنَّ لَهُمْ وَاللهُ
سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
“Sesungguhnya
do’amu itu (menjadikan) tentram jiwa mereka, dan Allah maha mendengar dan maha
mengetahui”.
Sdangkan
sholat dalam arti rahmat terdapat pada QS. Al-Ahzab/33:43
هُوَالَّذِيْ يُصَلِّى عَلَيْكُمْ
“Dialah yang memberi
rahmat pada kalian”.
Adpaun
pengertian sholat menurut istilah adalah:
عبادة تتضمن أقوالا وأفعالا محصوصة, مفتتحة
بالتكبير و مختومة بالصلام.
“Suatu ibadah
yang terdiri dari ucapan dan perbuatan tertentu yan diawali dengan takbir dan
diakhiri dengan sholat” (Al-Sayyid sabiq, fiqh al-sunnah I, bayrut: Dar
al-fikr, hlm 78)
didalam hati
secara ikhlas karena Allah semata (QS. Al-Baqarah/98:5).niat adalah perbuatan
hati bukan perbuatan lisan sehingga tidak perlu diucapkan.
Halini dikarenakan belum ada hadist yang
menerangkan entah itu hadits dlo’if ataupun shohih yang menerangkan untuk
menghafal niat dalam sholat.
Niat dalam bahasa berarti “menyengaja”
(al-qasdu:maksud) sehingga barang siapa yang menjaga segala perbuatanya maka
dia telah mempunyai maksud dalam dirinya.Sabda Rasulullah Saw:
اِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ.
“Sesungguhnya segala amal itu hendaknya dengan niat”(Riwayat
Bukhari-Muslim)
Dalam sholat pertama kali hal yang lumrah atua lazim dilakukan adlah
berdiri tegak, terkecuali untuk orang yang menderita penyakit atau tidak mampu
berdiri tegak bisa dilakukan dengan cara berbaring, duduk, dan sebagainya
semampu orang tersebut.Sabda Rasulullah Saw :
قَالَ عَمْرَانْ بْنُ حسبن كانت بي بواسير فسألت
النبي صلى الله عليه وسلم عن الصلاة, فقال صلّ قائما فان لم تستطيع صَلُوْ
قَائِماً فَاِنْ لَمْ تَسْتَطِع فَقَائِدّا فَاِنْ لَمْ تَسْتَطِع فَعَلَى جَنِبْ
Amran bin
Husain berkata,’saya berpenyakit bawasir, makasaya bertanya kapada Nabi
Saw. Tentang salat. Beliau berkata,
‘salatlah sambil berdiri ; kalau tidak kuasa, salatlah sambil duduk; kalau
toidak kuasa duduk, salat sambil berbaring”(Riwayat Bukhari, dan Nasai
menambahkan,:kalau tidak kuasa, salatlah sambil melentang. Allah tidak
memberati selain kekuasaanya)
Seprti sabda Nabi :“barang
siapa ashalat sambil berdiri, mendapat ganjaran yang sempurna, barang siapa
shalat sambil duduk, mendapat seperdua ganjaran orang yang salat sambil
berdiri,barang siapa salat sambil berbaring, mendapat ganjaran seperduadari
orang yang salat sambil dududk.”(Riwayat Bukhari)
Ganjaran duduk
dan berbaring itu kurang dari ganjara berdiri , apabila dilakukan ketika
mamapu. Tetapi ketika dilakukan ketiak berhalangan, ganjaranya tetap sempurna
seperti salat berdiri.
Yang dilakukan ketika berdiri tegak adalah :
·
Menghadapkan seluruh badan dan muka/wajah ke arah kibat.
·
Kedua belah kaki direnggangkan dengan jarak kira-kira satu
jengkal [HR. Bukhari-Muslim ]
Berdiri kearah kiblat bagi yang mampu berdiri,
hal ini dipahami dalam firman Allah SWT:
حَفِظُوْا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّملاَةِ
الوُسْطَى وَقُوْمُوْا للّه قَا نِتِيِنَ (البقرة: 238)
“peliharalah
segala sholat(mu), dan (periharalah) shalat wustho (ya’ni sholay ashr)
berdirilah karena Allah (dalam sholatmu) secara khusu’.
Demikian pula sabda nabi :
صَلُوْ قَائِماً فَاِنْ لَمْ تَسْتَطِع
فَقَائِدّا فَاِنْ لَمْ تَسْتَطِع فَعَلَى جَنِبْ
“shaltlah
denan berdiri jika engkau tidak mampu maka (shalat) dengan duduk, dan jika
tidak mampu maka dengan bebaring”(HR. Al-Bukhori dari imran bin Hasyim)
Dari hadits diatas dapat dipahami bahwa paa
dasarnya shalat itu diperintahkan engan berdiri, namun jika dalam keadaan
darurat dengan duduku, namun apabila tetap tidak mampu maka dibolehkan dengan
berbaring pada saat tidak memungkinkan atau pada saat sakit, situasi perang,
musafir diatas kendaraan, dan semacamnya, maka dibolehkan duduk, dan tidak
diperbolehkan berbaring bila masih mampu duduk.
اِذَا مَرَضَ العَبْدُ أَوْ سَافَرَ كُتِبَ لَهُ
مِنَ الأَجْرِ مِثْلُ مَاكَانَ يَعْمَلُ مُقِيْمًا صَحِيْحًا.
“
apabila seorang hamba sakit atau dalam perjalanan, maka dicatat untuknya pahala
sperti yang dilakukan orang yang berdiri lagi sehat”(HR. Al-Bukhori, Ahmad,
Dawud, dari Abu Musa)
Dan unutk sholat sunnah walaupun tidak sakit
boleh dilakukan secara duduk, hal ini dijelaskan dalam hadits: bahwa Nabi
Muhammad Saw, pernah sholat diakhir malamnya dengan duduk, akan tetapi hal ini
dilakukan saat beliau sudah memasuki umur tua atau akhir-akhir menjelang akhir
hayatnya. (HR. Muslim, dan Dawud)
Takbir pertama dalam sholat disebut takbiratul ihrom, disebut demikian
karena setelah itu tidak boleh melakukan gerakan diluar gerakan yang diharuskan
dalam rukun sholat atau gerakan yang sudah ditunutunkan dalam sholat.
Takbiratul ihrom adalah takbir, bacaan takbir adalah الله أَكْبَرْAllahu akbar yang artinya“Allah maha
besar”, seraya berniat dalam hati dengan ikhlas karena Allah semata, tanpa
dinyatakan dengan lisan ataupun diucapkan. Tapi tidak disyaratkan harus meninggikan suara ketika takbir.
Sabda Nabi Saw:
اِذَأ كُنْتُمْ اِلَى الصَّلاَةِ فَأَسْبِغُ
الوُضُوْءَ ثُمَّ اسْتَقْبِلِ القِبْلَةَ فَكَبِّرْ
“apabila engkau
hendak mengerjakan shalat, maka sempurnakaanlah wuduhmu terlebih dahulu
kemudian menghadaplah ke arah kiblat, lalu ucapkan takbirotul
ihrom.”(muttafakun’alaih).
Caranya dengan
menganggkat kedua tangganya setentang bahu ketika bertakbir dengan merapatkan jari-jrmari
tanganya. Berdasarakan hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar r.a ia
berkata:
أَنَّ النَبِيَّ صلى الله عليه وسلم, كَانَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ
حَذْوَ مَنْكِبِيْهِ اِذَا افْتَتَحَ الصَّلاَةَ وَاِذَا كَبَّرِ للرُّكُوْعِ
وَاذضَ رَفَعَ رأْسَهُ مِنَ الرُّكُوْعِ
“Rasulullah Saw
biasa mengankat kedua tangannya setentang bahu jika hendak memulai shalat,
setiap kali bertakbir untuk ruku; dan setiap kali bangkit dari
ruku’nya.”(Muttafakun’allahi)
Atau
menganggakat kedua tanganya setentang telinga. Berdasarkan hadits Malik bin
al-Huwarits r.a bahwa ia berkata:
“Rasulullah Saw
biasa mengangkat kedua tanganya setentang telinga setiapkali bertakbir (di
dalam shalat).’(HR. Muslim).
Diteruskan dengan meletakan telapak tangan
kanan diatas punggung telapak tangan kiri, dan keduanya tepat diatas dada. Berdasarkan haduts waa;il yang berbunyi:
“Beliau
melatakakan kedua tanganya diatas dadanya.”[HR. Abu Huzaimah]Kemudian membaca doa iftitah atau doa pembukaan:
الَّلهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِى وَبَيْنَ خَطَاياَ كَمَا بَيْنَ
النَشْرِقِ وّالمَغْرِبْ, الَّلهمَّ نَقَّنِى مِنَ الخَطَايا كَمَا يُنَقَّ
الثَّوْبُ الأَبْيَضُ مِنَ الَّنَسْ. الَّلهُمَّ اغْسِلْ خَطَاياَيَ بِالمَاءِ
وَالثَّلْجِ وَالبَرْدِ.
“Ya
Allah jauhkan aku dan kesalhan ku sebagaimana kau jauhkan timur dan barat. Ya
Allah, bersihkannya pakaian putih dari kotoran. Ya Allah, basuhlah segala
kesalahanku senan air, salju, dan embun.[HR. Bukhori-Muslim]
Atau :
الله أَكْبَرْ كَبِراوَالحَمْدُ لله كَثِيْراً وَالحَمْدُ
لله كَثِيْرَ وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَأَصِيْلاً, اِنِّى وَجَّهْتُ وَجْهِيَ
للذِّيْ فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ, حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا أَناَ مِنَ
المُشْرِكِيْنَ, اِنَّ صَلاَتِى وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ
رَبِّ العَلَمِيْنَ, لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَالِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ
المُسْلِميْنَ.
“Allah
Maha Besar, dengan kemahabesaran sesungguhnya, segala puji bagi Allah dengan pujianyang
banyak, maha suci Allah, kuhadapkan wajahku kepada zat yang menciptakan langit dan
bumi dengan tunduk dan berserah diri, dan tidaklah aku termasuk orang-orang
musyrik. Sunnguh sholatku, pengabdianku, hidup dan matiku hanyalah unutk tuhan
sekalian alam, tidak ada sektu bagi-Nya dan untuk itulah aku diperintahkan, dan
saya termasuk orang-orang yang berserahdiriMembaca Al-fatikha dan Surat”
Secara tartil (jelas dan perlahan) dengan
sebelumnya memohon perlindungan dengan membaca doa isti’adzah ta’wud, yaitu
“Aku berlindung kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” Atau mengucapkan :
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم
“Aku
berlindung kepada Allah Yang Maha Melindungi lagi Maha Mengetahui dari setan
yang terkutuk.”
Membaca Al-Fatihah dalam shoalt adalah wajib,
hukum wajib membaca Al-Fatihah didasari dengan hadits:
لاَصَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الكِتَابِ
“tidak sah shalat orang yang tidak membaca fatihatul kitab”(HSR. Al-jama’ah kecuali Imam Malik, dari
ubadah bin al-shamit. Dalam HSR. Al-Jma’ah selain Al-Bukhari, dari Abu Hurayrah
ra disebutkan bahwa: “siapa yang shalat tanpa ummul-qur’an, فَهِيَ خِدَاجٌ: maka shalatnya kurang atau buntung (diulang
hinga 3×), tak
sempurna.”)
Penekanan
hadits diatas adalah mengenai ketidaksaphan shalat jika tidak membaca surah Ummul-Qur’an,
atau ketidak sempurnaan shalat tersebut apa bila tidak membacanya padahal
ia mampu(bagi yang belu hafal Al-Fatihah karena baru masuk islam (mu’alaf),
maa sambil bersaha maksimal, sementara boleh membaca سُبءحَانَ الله وَالحَمْدُلله وَلاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهَ أَكْبَرْ
وَلاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ اِلاَّ بِاللهِ:
(HRS. Abu Dawud) dan mempunyai kesempatan untuk membacanya, seperti dalam kasus
sholat sendiri atau munfarid.
Hukum membaca Al-Fatihah bagi makmum yang mendengar
bacaanya imamnya , boleh tidak membacanya berdasarkan Firman AllahSwt :
“Dan apabila dibacakan Al-Quran, maka dengarkanlah
baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat
rahmat.”(Al-A”raf:204). Dan boleh juga membacanya berdasarkan sabda Rasulullah
Saw.
‘Janganlahseseorang diantara kamu membaca
sesuatupun dari Al-Quran apabila aku keraskan bacaanku, kecuali Ummul
Quran(Al-Fatihah).”9Riwayat Daruqutni). Akan tetapi untuk shalat berjama’ah dimana
ma’mum masbuq tidak sempat mendapatkan bacaan Al-Fatihah imam akan
tetapi masih mendapatkan ruku’ bersama imam maka sudah dihitung mendapat satu
raka’at. Ha ini diperkuat dengan hadits yang berbunyi:
مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً فَقَدْ أَدْرَكَ
الصَّلَاةَ
“barang
siapa yang masih mendapatkan ruku’ , maka sungguh dia telah mendapatkan
(raka’at) shalat”(HR. Al-jamaah dari Abu Hurayrah ra)
Membacabasmalah ataukah lirih atau
keras?
Para ulama berbeda pendapat masalah membaca basmalah
saat membaca surah al-fatihah dengan suara agak keras, ada yang membacanya
dengan keras (jahr), adapua yang membacanya dengan suara lirih (sirr),
bahkan ada yang sama sekali tidak membacanya.
Meskipun
basmalah tidak turun bersam surat Al-fatihah sehingga para ulama tidak
membacanya akan tetapi pda turunnya kedua basmalah merupakan bagian dari
surat Al-fatihah, sehingga wajib dibaca dalam shalat.
Mayoritas
ulama tetap mmbaca basmalah akan tetapi berbeda dalam hal volume :
·
Menurut Nu’aim Al-Mujmir ra: “Aku pernah shalat
dibelakang Abu Hurayrah yang membaca basmalah kemudian membaca ummul-Qur’an
..., ia berkata: Demi zat yang diriku ada dalam genggaman-Nya, sungguh aku
menyerupakan pada kaian shalat yang dilakukan rasulullah saw.”
·
Menurut riwayat Anas Bin Malik dan Abdullah Bin Mughaffal
bin al-Muzani ra. Bahwa: “Aku pernah shalat bersama rasulullah saw, Abu
bakar, Ummar, Utaman, dan ada satupun dari mereka yang membaca bismillahirrohma-nirrahiim”
(HR. Muslim dan Nasa’i, Ahmad)
Setelah kita cermati bahwa hadits yang menjelaskan
tentang melirihkan bacaan basmalah lebih kuat atau shahih dari ada yang
membacanya secara jahr atau jelas. Akan tetapi Ibn al-qoyim mencoba meneliti
kedua riwayat hadits tersebut bahwa keduanya pernah dilakukan Rasulullah saw,
hanya saja beliau banyak melirihkan bacaan basmalah, dari pada mengeraskan nya.
Jawaban amin
ma’mum
Dalam sebuah hadits menerangkan bahwa: Apabila
imam membaca amin maka baca pulalah amin. Sesungguhny abarng siapa yang
pengaminanya sesuai dengan pengaminan malaikat, maka pasti diampuni dosanya
yang terdahulu”(Mutafaq alayh)
Membaca surah
Al-Qur’an
selanjutnya membaca surah pendek atau
rangkaian ayat yang mudah dengan tanpa mengeraskan basmalah(HR. Muslim dan
Ahmad)
“bahwasanya Nabi saw membaca pada dua raka’at
pertama shalat dzuhur dan ‘ashar al-fatihah dan satu surah, dan terkadang kami
mendengar ayat (yang dibacanya), pada dua raka’at yang lain beliau hanya
membaca al-fatihah saja’(HSR. Bukhari, Muslim,dll)
Dengan membaca takbir iniqal(Alla-hu akbar), yaitu takbur dengan syarat
perpindahan dari rukun ke rukun salat lainya, sesuai dengan hadits yang telah
di sebutkan diatas. Kemudian membungkukkan separoh badan kemuka dengan pinggung
dan badan membentuk garis lurus (90 derajat) serta kedua talapaktangan memegang
kedua lutut. Lalu membaca doa ruku
“Mahasuci Rabbku Yang
Mahaagung.”
Wajib
bagiya membaca doa tersebut minimak sekali, lebih dari itu adalah sunah. Atau
membaca doa:
سُبْحَانَ رَبِّيَ
العَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ
“Nahasucu
Engkau Yaa Allah, Raab kam, dan Engkaun nMaha Terpuji, Yaa Allah ampunilah daku.”(Muttafaqun’alaihi)
Atau membaca:
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْلِى
“Mahasuci Engkau dan Mahaluhur(dari segala
kekurangan danhal yang tidak layak bagi kebasarran-Mu) Rabb para Malaikat dan
Ruh.”(HR. Muslim)
Berdiri tegak
kembali dengan disunatkan mengangkat
kedua tangan, seperti dalam hadits yang telah disebutkan diatas.
Sabda Rasulullah Saw:
ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلُوْا قَائِمًا
(رواه : بخارى و مسلم )
“Kemudian bangkitlah
engkau sehingga berdiri tegak untuk I;tidal.”9HR. Bukhari-Muslim)
Sambil menggucapkan
سَمِعَ
اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَه
“Allah Maha Mendengar terhadap hamba
yang memujinya”
Atau membaca:
رَبَّنَا وَلَكَ
الحَمْدُ مِلْؤُ السَّمَاوَاتِ وَمِلْؤُ الأَرْضِ وَمِلْؤُ مَاشِئْتَ
مِنْ شَيْئٍ بَعْد
“Ya Allah Yaa Rabb kami, segal puji
bagi-Mu.”
Menurut Syaikh al-Albani saat I’tidal
tidak disyariatka bersedekap namun cukup dengan meluruskan tanganya saja.
Melatakan kedua lutut dan jari-jari kaki yang di lipatkan keluar diatas
lantai dan dihadapkan ke Kiblat,meletakan kedua telapak tangan ke tempat sujud
yang disussul oleh dahi dan hidung yang diletakan ke tempat bersujud. .
Berdasarkan sabda Rasulullah Saw:
أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ
الجَبْهَةِ وَ اليَدَيْنِ وَالرُّكْبَتَيْنِ وَ اَطْرَافِ القَدَمَيْنِ (بخارى و
مسلم)
“Saya disuruh supay asujud dengan tujuh
tulang, yaitu, dahi, dua telapak tangan, dua lutut, dan ujung kedua kakai.”(HR.
Bukhari-Muslim)
Tidak diperbolehkan nenganggakat salah satu dari anggota sujud itu
dari tempat sujudnya. Disunahkan merenganggkan jarak antar lengan atas dan
rusuknya , karena putih ketiak Rasulullah Saw kelihatan ketika beliau
sujud(Muttafakul’alaihi). Diaunahkan pula merenggangkan jarak antara perit dan
pahanya , anatara kedua lututnya. Berbeda dengan tumit yang di rapatkan (HR.
Ibnu Khuzaimah). Tidak dibenarkan merebahkan kedua lengan tanganya di lantai
ketika sujud. Berdasarkan sabda Rasulullah Saw:
“Janganlah kamu merebahkan lengan
tangan di lantai seperti anjing ketika sujud.”(Muttafakun ‘alahai).
Namun dibolehkan menyandarkan lenganya
ke paha bila kelelehan karena sujud yang terlalu lama
Kemudian hendaklah tuma’ninah. Sabda
Rasulullah:
ثمّ
اسجد حتى تظمئن ساجدا ثم ارفع حتى تطهئن جالسا ثم اسجد حتى تطهئن ساحدا (بخارى و مسلم)
“Kemudian sujudlah engkau hingga
diam sebentar untuk sujud, kemudian bangkitlah engkauhingga diam untuk duduk,
kamudian sujudlah engkau hingga diam untuk sujud.” (Bukhari dan Muslim)
Lalu membaca:
سُبْحَانَكَ
رَبِّيَ الأَعْلَى وَبِحَمْدِهِ
“Mahasuci Engkau wahai Rabbku
lagiMahaluhur.”
8.
Duduk diantara dua sujud duduk
dengan berlentangkan di atas telapak kaki kiri dan menegakan telapak kaki
kanan. Sambil membaca:
اللهمّ اغفرلى
“Yaa Allah, ampunilah aku.”
Lebih dari satu membacanya sunat. Atau membaca
رَبِّاغْفِرْلِى وَارْحَمْنِيْ وَاهْدِنِى وَعَافِنِى
وَارْزُقْنِى.
“Yaa Alllah, aku memeohon kepada-Mu ampuna, rahmat,
etunjuk, dan berilah aku kesehatan dan rezeki.”(HR. Adu Daud dan diriwayatkan
shshih olrh Syaikh al-Albani).
Hendaknya ia meletsakan tanganya di
atas pah adengan ujung-ujung jari pada lututntya, atau mletekan tangan kanan di
atas lutut kanannya, serta tangan kirinya di atas lutut kiriny, seolah-olah
menggenggamnya.
Sebagaiman sujud yang prtama.
Menanggkat
kepala seraya bertakbir intiqal, untuk berdiri ke rakaaat kedua. Dari sujud
harus duduk iftirasy barang sebentar, dan ketika akan berdiri hendaknya
menekankan kedua telapak tangan pada lantai untuk bertumpu. Dan untuk rakaat
berikutnya dilaksanakan sebagaimana mengerjakan rakaat yang pertama.rakaatkedua
dan selanjutnya tidak diawali dengan do’a iftitah dan ta’awud,. Apabila
mengerjsakan shalat fardhu yang lebih dari dua rakaaat malapada rakaat yang ketigadan keempat
sesudak Ai-Fatihah tidak perlu membaca ayatAl-Qut’an.
Duduk iftirasy, dengan posisi jari kanannya
sebagai berikut: mengenggam jari kelingking dan jari manis dan memautkan jari
tengah dengan jari telunjuk saat berdoa(yaitu setiap kali mengucapkan kalimat
yang mengandung doa ketika bertasyahud). Atau menganggam seluruh jarukanannya
serta mengisyyaratkan dengan jaritelunjuknya. Adapun tangan kirinya tetap
diletakan di atas lutut kiri seolah menggenggamnya, atau boleh membentangkanya
di ataa lutut kiri tanpa menggenggamnya. Kemudian membaca. :
التحيات المباركات الصلاة والطيبات لله السلام عليك أيها اليبي ورحمة الله وبركاته
والسلام
علينا و على عباد الله
الصالحين, أشهد أن لا اله الاّ الله و أشهد أن محمدا عبده و رسوله
“Segala pengagungan, kehormatan dan kebaikan adalah milik Allah
semata, semoga keselamatan tercurah atasmu wahai Nabi, juga anugarah dan
berkahnya. Semoga keselamatan juga tercurah atas kami dan atas segenap hamba
Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak di sembah
kecuali Allah, dan aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah hamba utausan-Nya.”
Diteruskan dengan
membacaa shalawat:
اللَّهُمَّ صَلِّى عَلَى مُحَمَّدْ وَ عَلَى
اَلِ مُحَمَّدْ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى اِبْرَاهِيْمِ وَ عَلَى اَلِ اِبْرَاهِيْمِ
وَ
بَارَكْتَ عَلَى مُحَمَّدْ وَ عَلَى اَلِ
مُحَمَّدْ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى اِبْرَاهِيْمِ وَ عَلَى اَلِ اِبْرَاهِيْمِ فِي
العَلَمِيْنَ اِنَّكَ
حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
“Ya Allah karunikanlah shalawat kapada
Muhammad, sebagaiman aengkau karuniakan shalawat kapada Ibrahim dan keluarga
Ibrahim. Ya Allah
berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau berkahi Ibrahim
dan keluarga Ibrahim. Sesengguhnya Engkau adalah Maha terpuji lagi Maha
Mulia.(HR, Imam Syafi’i)
Dijelaskan dalam buku yang
di tulis oleh Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al Jibrin bahwa dalam tasyahud
awal tidak membaca shalawat dan do’a.
Duduk tawarruq; yaitu dududk dengan memepersilangkan kaki kiri, di bawah
kaki kanan , sedang kaki kanan bertumpu dengan ujung jari yang di lipat ke
bawah (lantai). Mengacunngkan telunjuk jari tangan kanan sebagaimana waktu
tasyahud awal. Membaca shalawat seperti
tasyahud awal , dan membaca do’a:
اللهم اني اعوذ بك من عذاب جهنم ومن عذاب القبر ومن
فتنة المحيى والممات ومن شر فتنة المسيح الدجال.
“ Ya
Allah aku berlindung kepada-Mu dari siksa jahanam dan dari siksa kibur, begitu
juga dari fitnah hidup dan mati, serta dari jahatnya fitnah dajjal(pengembara
yang dusta). (HR, Muslim)
Salam adalah rukun sholat yang terahir cara
melaksanakannya adalah menoleh kekanan dan kemudian seraya membaca assalamualaikum
warohmatullahi wa barokatuh
Dalil yang menjelaskan tentang salam yaitu :
تحريمها التكبير و التحليلها التسليم (رواه :
أبو دود و الترميذ)
كان النبي ص. م يسلم تسليمة في الوتر (رواه :
ابن هبّا)
Semua rukun sholat haruskah dikerjakan dengan urut dan tidak
diloncat-loncat apabila kita mendahulukan yang akhir dan mengakhirkan yang
pertama maka shalat kita dikatan tidak sah.
Jawaban dari pertanyaan :
1. Apa yang membedakan bacaan ftitah yang satu
dengan yang dua?
Menurut hadits yang ada tidak ada yang membedakan antara bacaan keduanya
karena Rasulullah saw pernah membaca keduanya dalam sholatnya
2. Bagaimana cara menggaruk kaki yang gatal pada
saat shalat?
Jika kita
merasa gatal saat kita dalam kondisi sholat maka lebih baik untuk kita
menhanya, akan tetapi jika tidak dapat tertahan, henak hanya menggaruk dengan
jari saja tanpa menggerakan atau persendian tangan, karena jika gerakan lebih
dari 3 kali maka dapat membatalkan sholat.
3. Adakah perbedaan gerakan sholat antara
perempuan dan laki-laki?
Sebenarnay sama gerakan sholat antara laki-laki dan perempuan akan tetapi
ulama berbeda pendapat, ada membedakan di beberapa gerakan seperti sujud dan
takbir.
Sujud:
Laki-laki, dengan mengangkat siku dan sampai
terlihat ke samping kanan dan kirai
Perempuan, siku dimasukan dan disanggakan
tepat di depan dada.
Takbir:
Laki-laki, tangan diangkat sampai ketek
terbuka
Perempuan, tidak sampai ketek terbuka.
4. Apakah diwajibkan untuk membaca Al-fatikha
makmum masbuk?
Apabila seorang makmum masbuk dan tidak mendapatkan surat fatikha namun
masih mendapatkan ruku’ dia tetap mendapatkan satu raka’at karena hadits
mengatakan:
“barang siapa yang masih mendapatkan ruku’ ,
maka sungguh dia telah mendapatkan (raka’at) shalat”(HR. Al-jamaah dari Abu
Hurayrah ra)
5. Bagaimana jika imam salah dalam membaca
‘itidal yang dibaca Allahu Akbar bukan sami’allahu liman hamidah?
Apabila kesalahan imam diketahui oleh makmu maka wajib bagi makmum
membenarkannya akan tetapi apabila makmum tidak menyadari maka tidak wajib,
terutama salah dalam hal bacaan qur’an.
6. Jika ma’mum membaca Al-fatikha makmum hanya
mendengar ato ikut membacanya?
Beberapa ulama berbeda pendapat, ada yang berpendapat cukup mendengarkan
saja karena d hadits yang berbunyi ‘barang siapa yang mendengar bacaan qur’an
maka dngarkanlah”
7. Lebih baik mana sholat jama’ah tidak tepat
waktu dan sholat sendiri tepat waktu?
Lebih baik sholat jama’ah tepat waktu untuk laki-laki
Dan untuk perempuan lebih baik sholat sendiri
tepat waktu
8. Bagaimana hukum sholat duduk dalam kendaraan?
Ada yang berpendapat bahwa itu sholat ikhtiromu-l-wakti
Yang artinya harus diganti apabila sudah
sampai ketempat tujuan, dan ada ula yang menyebutkan sholat biasa yang artinya
tidak harus diganti di lain waktu.
9. Kapan kita dapat melakukan sujud syahwi?
Sujud syahwi di lakukan pada shalat sesudah salam tetap apabila
menginagtnya sebelum salam maka lakukan sebelum salam pada raka’at terakhir.
a. Bagaimana cara makmum masbuk mengulangi rakaat
yangbtertinggal pada sholat 4 raka’at jika tertinggal 3 raka’at?
Maka makmum harus duduk kemudian berdiri dan
duduk untuk tahiyat terakhir.
BAB 3 KESIMPULAN
Shalat merupaka ibadah yang wajib kita
laksanakan dan tidak ada penawaran dalam melaksanakan shalat bahkan orang yang
menderita sakitpun diwajibkan atasnya unutk bershalat.
Dari tuntunan shalat yang ada dalam pembahasan
kami kami merujuknya pada hadits yang shahih, gerakan shalat yang berbeda beda
itu semua berdasarkan hadits dan hendaklah kita memakai hadits yang kita anggap
kuat atau shahih.
Alhamdulillah kita panjatkan puji syukur atas
selesainya makalah pembahasan mengenai praktek sholat ini.
Tiada gading yang tak retak, dengan segalah
rendah hati kami minta maaf apabila ada tulisan atau penulisan nama yang salah.
Semoga bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dr. Khalid Bin Ali Al-Musyaiqih, 2008. Buku
Pintar Ibadah. Klaten: Wafa
2. Drs. Agung Danarta, M.A.g, 2003. Cara
Berwudlu menurut Rasulullah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah
3. Syaikh Abdullah Bin Abdurrahman Al-Jabrin,
2006. Sifat-sifat sholat Nabi. Semanggi: Atibyan
4. Muhammad Nasirudin Al-Albani, 2006. Shahih
Sunan Tirmidzi. Jakarta: Pustaka Azam
5. H. Sulaiman Rasyjid, 2016. Fiqih Islam.
Bandung: Sinar Baru Algensindo
6. Muhammad Jawad Mughniyah, 2003. Fiqih Lima
Madzhab. Jakarta: Lantera
7. Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, 2006. Fiqih
Wanita. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
8. Agus Miswanto dan drs. Nujahidun HN, M.Pd,
2015. Panduan Praktis Hidup islami. Magelang : P3SI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar